Cerita Lama

Halo semua, selamat malam...✋πŸ™‹

Kali ini saya akan menulis sebuah cerpen, lebih tepatnya sih menuliskan kembali cerpen yang pernah saya tulis 8 tahun yang lalu. Waww lama sekali ya😁
Di tengah kesibukan menyusun soal-soal latihan untuk anak didik saya, tiba-tiba saya ingat cerpen masa lalu yang hampir saya sendiri tidak ingat keberadaannya. Kok bisa jadi ingat, Mal?

Jadi beberapa hari yang lalu, tanpa sengaja ibu menemukan sebuah buku bersampul boneka di rumah simbah. Beliau pulang dan menunjukkannya pada saya. Rasanya familiar sekali, saya pun langsung menyadari bahwa itu buku harian saya dulu. Sedikit syok memang, karena buku harian itu ternyata tinggal sampulnya saja. 😟Kemana semua kertas dan tulisan di buku itu?!! Apa jangan-jangan dipake simbah buat bungkus gorengan???! πŸ˜₯

πŸ˜₯πŸ˜₯
Selain sampul, masih ada 1 lembar kertas dengan foto jaman SMP yang sudah pudar dan terselip beberapa lembar kertas pada sampul yang berisi cerpen.
Okelah langsung saja kita nikmati cerpen jadul saya πŸ˜„

~~~
"Siapa dia? Siapa orangnya? Lancang sekali dia!!!"
Seperti diguyur hujan yang sangat lebat disertai petir yang menyambar-nyambar di siang bolong. Seisi sekolah gempar, heboh, ramai seperti di pasar wage.

"Teman-teman, ada yang nyuri hp-nya Pak Fauzi!" bisik Lina pada Janet, Eli, Ima, Diah, dan sebagian anak cewek di kelas.
"Haa?? Siapa? Kok bisa??" sahut Ima dengan wajah heran.
"Katanya yang nyuri itu salah satu cowok kelas kita, soalnya Pak Fauzi ngrasa kehilangan setelah ngajar anak cowok di Lab.Komputer!" tegas Lina.

Semua heran, termasuk Janet. Rasa tidak percaya, kaget, dan malu berkecamuk dalam batinnya. Kelasnya sedang dirundung masalah besar. Masalah yang mungkin akan menghancurkan semua kerja keras dan prestasi yang sudah mengharumkan kelasnya.
"Apakah benar dia? Tidak mungkin. Dia anak yang baik, ramah, dan pintar lagi!" pikirnya dalam hati. Janet memutar otaknya berkali-kali. Siang malam dia terus memikirkan pemuda itu. Apa yang sedang terjadi padanya?! Dia merasa ada hal yang aneh merasuki jiwanya.
"Benarkah ini dinamakan cinta? Atau cuma sekedar simpati?" pikir Janet.

Padahal dulu Janet sangat benci dengan Bani. Dia bersikap dingin terhadap Janet tapi tidak pada yang lain. Dia adalah satu-satunya saingan Janet di kelas. Karena lelah memikirkan banyak hal, akhirnya Janet pun tertidur juga.

                            *   *   *
Tet...tet...tet...!!! 
Suara bel yang bising itu menandakan pergantian jam pelajaran. Dag dig dug, detak jantung anak cowok pasti sedang bergemuruh. Jam selanjutnya adalah BK. Semua tahu pasti bahwa Bu Rohmi akan membahas masalah pencurian itu.
"Nanti pasti akan ketahuan siapa yang mencuri. Kalau tidak ada yang mengaku sampai waktu yang telah ditentukan, kalian akan tahu sendiri nanti." ancam Bu Rohmi.
Semua anak cowok disuruh ke depan, lalu Bu Rohmi menyuruh Lina untuk memotret mereka.

Tidak ada yang tahu maksud dari pemotretan itu. Dalam hati, Janet terus saja berdoa semoga bukan Bani pelakunya. Meskipun dia tahu bahwa Bani sudah dicurigai sebagian anak cewek sebagai pelakunya.

Semua berjalan dengan baik setelah peristiwa itu. Seperti tidak ada apa-apa. Ketenangan ini sudah berjalan beberapa minggu sampai sekolah menyatakan pencurinya sudah ditemukan. Dia pergi ke rumah Bu Rohmi untuk mengaku. Tidak disebutkan siapa pencurinya, tapi hati Janet malah merasa lega. Dengan begitu dia tidak usah tahu bahwa Bani pencurinya, jika itu memang benar.

                            *   *   *

Kelas terasa begitu panas. Semua siswa berhamburan kemana-mana seperti kapuk yang diterjang angin. Janet termenung melihat tingkah teman-temannya jika guru tidak ada. Tapi tidak lama dia terbangun dari lamunannya ketika mendengar nyanyian dengan suara besar dan keras yang memenuhi ruangan. Dia tengok ke sebelah kanan dan dilihatnya Juniko. Sang ketua kelas yang dulu punya hubungan khusus dengan sekretaris kelas yaitu Tiska. Mereka memang terlihat serasi. Tapi hubungan yang baru berjalan beberapa minggu itu langsung diputus-sepihakkan oleh Juniko. Yahh... Juniko memang dikenal sebagai playboy cap kucing.
"Apakah dia pantas menjadi ketua? Bukannya mengatur teman-temannya, malah dia sendiri kendangan sambil nyanyi gak jelas! Kayak suaranya bagus aja!" keluh Janet.

Sebenarnya sudah lama Janet memperhatikan Juniko. Dari tingkahnya, ketawanya, kenakalannya, semuanya mengingatkan Janet pada kakaknya. Perasaan yang sama merasuk dalam jiwa Janet ketika dia mengingat, melihat, bahkan ketika dia bicara dengan Juniko. Itu bukanlah perasaan yang sama seperti yang ia rasakan pada Bani. Perasaan ini lebih dekat, lebih dalam. Bahkan meskipun dia mencintai Bani tapi dia malah lebih nyaman dan lebih merasa dekat seperti orang yang sudah lama kenal pada Juniko.
"Ah, ngapain aku jadi membandingkan Bani dengan Juniko si playboy itu!" gerutu Janet.
Janet memastikan langkahnya menuju bangku Ayu yang paling depan.
"Hai Yu! Kok gak sama teman-teman yang lain yang pada asik?"
"Ah, enakan di sini liatin kekonyolan mereka." sahut Ayu.

Ketika sedang asik ngobrol, tiba-tiba Juniko mendekat sambil memanggil "Janet..". Panggilan asing yang keluar dari mulut Juniko. Dia jarang sekali memanggil Janet dengan nama panggilannya. Dia selalu memanggil Janet, " April", ketika di depan teman-teman. Nama lengkap Janet memang Aprilia Janet.
Janet tersentak kaget tak sadar dia hanya menjawab dengan gerakan alis dan sepatah kata, "apa?". Sambil membawa tongkat yang ia gunakan untuk kendangan, Juniko berjalan mendekat. Dengan wajah yang berseri-seri dia bilang, " Janet, kamu cantik banget deh, suerrr!"
Mendengar hal itu, Janet merasa aneh. Janet benar-benar tidak mengerti apa maksud dari ucapan Juniko itu.
"Ah...bukankah dia memang playboy? Dia pasti udah ngomong kaya gitu ke semua cewek yang diinginkannya." pikiran itu terlintas begitu saja. Janet tidak memperdulikan Juniko. Tidak peduli ucapan Juniko dari lubuk hatinya atau cuma iseng, yang ada dipikirannya bagaimana jika Bani melihat dan mendengar kejadian ini. Janet pasti sangat malu.

                              *   *   *
"Fiuhh..." Janet menghela napas panjang, sambil membaringkan tubuhnya di kasur yang nyaman, teman setiap malam ketika dia terbuai dalam mimpinya.
Mengenai ucapan Juniko di kelas, Janet sedikit penasaran. Meskipun kata teman-teman dia seorang playboy, tapi Janet yakin bahwa Juniko adalah orang yang bergengsi tinggi. "Dia ucapkan itu di depan Ayu pula, pasti ada sesuatu." pikir Janet. "Bukankah seorang playboy seperti Juniko itu hanya mencari cewek-cewek cantik dan populer?" pikir Janet tak henti-hentinya. Tapi Juniko memujinya, padahal Janet tahu meskipun dia adalah bintang kelas tapi wajahnya tak secantik Tiska. Dia hanya bintang kelas yang masuk ranking paralel.
                               *   *   *
Hari ini, Janet masuk kelas dengan perasaan was-was jikalau kejadian kemarin tersebar dengan cepat. Janet memperhatikan Ayu. Tampaknya Ayu juga tidak ambil pusing dengan kejadian kemarin. Hati Janet merasa lega. Tapi apakah Juniko masih ingat dengan ucapannya kemarin atau malah menganggapnya sebagai angin lewat saja, Janet tidak tahu.
Juniko datang mendekat pada Janet yang sedang asik bersama Diah, Eli, dan Lina.
"Juniko, kamu dah ngrokok yah?!" tanya Lina yang main ceplos.
"Gak!" sahut Juniko dengan wajah heran.
"Ah, masa? Kok bibirnya item sih?"
"Gak!!" jawab Juniko sambil meraba bibirnya.
"Ah, iya kok! Tuh item mulutnya." sahut Janet sambil menunjuk ke arah bibir Juniko yang manis tapi sayang tertutupi oleh kias hitam.
"Abis makan cumi semalam!" Juniko mengalihkan pembicaraan. Diah dan Eli cekikikan mendengar jawaban Juniko.

Hari semakin siang, waktu bersama teman-teman semakin menyenangkan ketika mereka mendengar kabar bahwa kelas mereka memenangkan lomba english corner.
"Pantas saja sejak pagi mataku terasa sangat panas dan penginnya keluarin air mata, eh ternyata kita menang lomba english corner!" bisik Janet pada Eli.
Janet teringat bagaimana sibuknya mereka membuat mading itu. Yang mengerjakan mading selain Janet, ada Eli dan juga Bani. Ketika Janet menyuruh Bani membuat gambar lup (kaca pembesar) pada kertas mading, yang dia buat malah gambar love. Eli tertawa terbahak-bahak di kelas, Janet hanya tersenyum geli melihat hal itu.

"Hehh...ngapain sih senyum-senyum sendiri!" bentak Eli membangunkan Janet dari lamunannya.
"Ha...gak, gak papa kok! Aku cuma inget Bani saat bikin love buat mading." terang Janet.
"Ohh...iya lucu banget ya!"
Kini giliran Eli deh yang ketawa. Hari itu memang indah. Kebahagiaan menyelimuti Janet dan teman-teman. Kebahagiaan yang sebentar lagi akan berubah karna mereka harus berpisah kelas. Tapi kenangan selama 1 tahun akan selalu tersimpan di hati Janet dan teman-teman.

Komentar

Postingan Populer